Makalah Hukum Perbankan syariah



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah adalah PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian bank dimaksud, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pemerintah Indonesia, serta mendapat dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Selain itu, pendirian Bank Muamalat juga mendapat dukungan dari warga masyarakat yang dibuktikan dengan dengan komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan.
            Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan, berkembang, meningkat, dan membesa. Dengan kata lain, riba adalah penambahan, perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas peminjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu. Ada beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih dipengaruhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba di dalam konteks hidupnya. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisiannya, tetapi substansi dari definisi tersebut sama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan sejarah perkembangan bank islam! Jelaskan pengertian dari bank islam!
2. Jelaskan tujuan dari bank islam serta apa fungsi dari bank islam tersebut !
3. Jelaskan pengertian dan jenis riba!
4. Jelaskan konsep riba dalam perspektif non muslim!
5. Jelaskan larangan riba dalam al-qur’an dan hadist!
6. Jelaskan perbedaan antara bunga dan bagi hasil!
7. Jelaskan perbedaan antara usury dan interest!
8. Jelaskan teori-teori dari pendukung bunga!

           




BAB II
PEMBAHASAN I
A. BANK Dalam ISLAM
1. Sejarah perkembangan bank Islam
                 Krisis keimanan dan ketakwaan melahirkan krisis politik sehingga mewujudkan krisis ekonomi dan moneter yang melanda bngsa Indonesia pada akhir tahun 1997. Akibat dari berbagai krisis dimaksud, merupakan suatu ujian terhadap para pelaksana sistem perekonomian bangsa Indonesia yang membuat banyak lembaga keuangan dan perbankan mengalami kesulitan keuangan, tinggi tingkat suku bunga yang mengakibatkan tinggi biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosot kemampuan usaha sektor produksi. Hal dimaksud, berdampak kepada kualitas asset perbankan menurun secara drastis, sementara sistem perbankan mempunyai kewajiban untuk membayar bunga kepada para depositor sesuai tingkat suku bunga pasar.
                 Selama periode krisis ekonomi dan moneter dimaksud, ada beberapa lembaga keuangan dan perbankan konvensional gulung tikar dan ada juga yang di merger diantara sesame lembaga keuangan dan perbankan, bahkan hampir semuanya gulung tikar seandainya tidak mendapat suntikan dana dari pihak pemerintah, sebaliknya perbankan syariah yang tidak menggunakan sistem bunga tetapi menggunakan bagi hasil sehingga mempunyai kinerja yang memadai dan dapat dianggap menjadi model percontohan dari bank-bank dan lembaga keuangan konvensional.cukup banyak bank dan lembaga keuangan konvensional membuka layanan syariah sebagai wujud dalam mengembangkan usahanya dalam menghadapi dan menjalani krisis ekonomi dan moneter dimaksud.
                 Perkembangan perbankan syariah dalam menghadapi berbagai krisis dimaksud, cukup memadai. Hal ini dibuktikan dengan hampir tidak ditemukan permasalahan dalam penyaluran pembiayaan pada perbankan syariah dan dan tidak terjadi negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini dimaksud dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada warga masyarakat. Selain itu, fakta hukum menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat menyalurkan dana kepada sektor produksi dengan LDR berkisar antara 113-117%.
                 Pengalaman sejarah bagi pengelola perbankan tersebut, telah memberikan harapan kepada warga masyarakat Islam khususnya dan umumnya masyarakat yang mendiami negara republik Indonesia tentang manfaat atas kehadiran sistem perbankan syariah sebagai alternatif perbankan yang selain memenuhi harapan dari warga masyarakat Islam, juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Perbankan syuariah bila dilhat dari asset dapat dikatakan bahwa telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, yaitu sbesar 74% pertahun selama kurun waktu 1998 sampai 2001. Selain itu, dana pihak ketiga telah meningkat dari Rp 392 miliar menjadi Rp 1.806 miliar. Oleh karena itu, sistem perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan dalam hal kelembagaan, yaitu jumlah bank umum syariah telah meningkat dari 1 bank umum syariah, 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 unit usaha syariah (USS) dan 81 BPRS pada akhir tahun 2001. Jumlah kantor cabang dari bank umum syariah dan UUS dari 26 telah meningkat menjadi 51 kantor.
                 Meskipun pertumbuhan jaringan kantor relatif lebih cepat, namun kontribusi sistem perbankan syariah terhadap sistem perbankan nasional masih kecil. Berbagai langkah telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas operasional perbankan syariah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepercayaan para pengguna jasa perbankan syariah.[1]
2. PENGERTIAN BANK ISLAM
                 Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagangan utamanya.[2]



3. TUJUAN BANK ISLAM
                 Bank syariah mempunyai beberapa tujuan di antaranya sebagai berikut:
1. Mengalahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
4. FUNGSI DAN PERAN BANK SYARIAH
                 Fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut :
a. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 
c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
d. Pelaksana kegiatan sosial, sebagai cirri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola(menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
e. Penyedia jasa perbankan pada umunya(sama seperti bank konvensional) sepanjang tidak melanggar syariah.
f. Pengelola fungsi sosial (ZISWA)
g. Alat transmisi kebijakan moneter(sama sperti bank konvensional).












PEMBAHASAN II
B. RIBA dalam PANDANGAN ISLAM
1. PENGERTIAN
             Riba menurut bahasa berarti tambahan, berkembang,meningkat, dan membesar. Dengan kata lain, riba Adela penambahan, perkembangan, peningkatan, pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.[3]
                 Dalam hal ini, Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kitab Ahkam Al-Qur’an mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang diambil tanpa ada sesuatu ‘iwad (penyeimbang atau pengganti) yang dibenarkan syariah.demikian juga, Imam Sarakhi dalam kitab Al-Mabsut  menyebutkan bah tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut.
                 Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunah, yang dimaksud riba adalah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit atau banyak. Demikian juga menurut Ibn Hajar ‘Askalani, riba ialah kelebihan, baik dalam bentuk barang maupun uang. Sedangkan menurut Allama Mahmud Al-Hasan Taunki, riba ialah kelebihan atau pertambahan, dan jika dalam suatu kontrak penukaran barang lebih dari satu barang yang diminta sebagai penukaran satu barang yang sama.
                 Ada beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih dipengaruhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba di dalam konteks hidupnya. Sehingga walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisiannya, tetapi substansi dari definisi tersebut sama. Secara umum ekonom muslim tersebut menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah.

B. JENIS-JENIS RIBA
                 Secara garis besar, riba dikrlompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok per tama terbagi lagi menjadi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
1)      Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
2)      Riba Jahiliyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena setiap peminjaman yang mengambil manfaat adalah riba. Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyah tergolong riba nasiah, dari segi kesamaan objek yang ipertukarkan tergolong riba fadhl.
3)      Riba Fadhl
Riba fadhl disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahannya. Pertukaran seperti ini mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak dan pihak-pihak yang lain.
4)      Riba Nasiah
Riba Nasiah juga disebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi criteria untung mencul bersama resiko dan hasil usaha muncul bersama biaya. Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.





C. KONSEP RIBA dalam PERSPEKTIF NON MUSLIM
a)      Konsep Riba di Kalangan Yahudi
                 Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan riba sebagaimana tercantum dalam kitab old-testament (perjanjian lama) maupun undan undang Talmud.
Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia; janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya. (Kitab Exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25)
janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan atau apapun yang dibungakan (Kitab Deuteronomy)
jangan engkau mengambil bunga uang atu riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup diantaramu. Jangan engkau member uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba. (Kitab Levicitus(Imamat) pasal 25 ayat 36-37)
b)     Konsep Riba di Kalangan Kristen
Dalam kitab perjanjian baru tidak menyebutkan permasalah bunga secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam Lukas
Dan, jika kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kamu kasihanilah musuhmu dan berbuat baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu  akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang yang jahat. (Lukas pasal 6 ayat 34-35).
D. LARANGAN RIBA dalam AL-QUR’AN dan HADITS
AL-QUR’AN
Orang-orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuki setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan : “Perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu, barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginya apa yang telah lalu dan barang siapa mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli neraka akan kekal di dalamnya (QS.al-Baqarah : 275)

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. (QS. AL-BAQARAH : 276)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapatkan pahala  di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. AL-BAQARAH : 277)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. AL-BAQARAH ; 278)

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. AL-BAQARAH : 279)

AL-HADITS
Dari Jubair ra, Rasulullah saw mencela penerima dan pembayar bunga orang yang mencatat begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda, “Mereka semua sama-sama berada dalam dosa.” (HR. muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Dari Abu Said al-Khudari ra, Rasulullah saw bersabda, “Jangan melebih-lebihkan satu dengan yang lainnya; janganlah menjual perak untuk perak kecuali keduanya setara; janganlah menjual sesuatu yang tidak tampak”. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ahmad)
Dari Ubada bin Sami ra, Rasulullah saw bersabda, :Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa)”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam dengan ukuran yang sebanding secara tunai. Apabila kelompok ini berbeda-beda (ukurannya), maka jualkanlah sesuka kalian, apabila tunai. ( HR. Imam Muslim dari Ubadah bin Shamit).
E. PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL
                 Kecendrungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest ataupun usury) lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang di timbulkannya. Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit-sharing), sistem ini berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat di jelaskan sebagai berikut:
Bunga
Bagi Hasil
a. Pemenuhan bunga di buat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
a. Penentuan besarnya rasio/nisab bagi-hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
b. Besarnya rasio bagi-hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
c.Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
c. Bagi-hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming.
d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam semua agama termasuk Islam.
e. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

E.  USURY dan INTEREST
                 Riba (usury) dalam Al-Qur’an dan hadis secara tegas dihukumi haram, tetapi karena tidak diberikan batasan yang jelas, sementara masalah ini sangat dekat dengan aktivitas ekonomi masyarakat sejak dulu hingga kini, hal ini menimbulkan beragam interpensi terhadapnya. [4]
Sementara bunga (interest) Adela tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan presentase. Hukum  pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW yakni riba nasiah. Dengan demikian, praktik pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba dan haram hukumnya.[5]
                 Bunga dari pinjaman/simpanan yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang diharamkan  Allah SWT. dalam Al-qur’an, karena riba hanya dikenakan tambahan pada saat si peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman pada saat jatuh tempo. Sedangkan, bunga sudah dikenakan tambahan sejak terjadinya transaksi.
G. TEORI-TEORI PENDUKUNG BUNGA
A. Teori Abstinence
                 Teori ini menganggap bunga Adela sejumlah uang yang diberikan kepada seseorang karena pemberi pinjaman telah menahan diri (abstinence) dari keinginannya memanfaatkan uangnya sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan peminjam.
Kelemahan teori ini :
a. Kenyataan ya pemberi pinjaman hanya akan meminjamkan uang yang tidak ia manfaatkan, pemberi pinjaman hanya akan meminjamkan uang berlebihan dari yang ia perlukan. Dengan demikian, sebenarnya pemberi pinjaman tidak menahan diri atas apapun.
b. Tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengukur unsur penundaan konsumsi dari teori bunga absteince
B. TEORI BUNGA sebgai IMBALAN SEWA
                 Teori ini menganggap uang sebagai barang yang menghasilkan keuntungan bilamana digunakan untuk melakukan produksi. Jadi uang bila tidak digunakan tidak menghasilkan keuntungan, tetapi bila digunakan menghasilkan keuntugan sekian persen dari usaha yang dilakukan.
Kelemahan teori ini :
a. Uang tidak bisa disamakan dengan barang-barang rumah tangga atau perusahaan. Karena barang-barang tersebut membutuhkan perawatan dan nilainya cenderung menyusut.
b. Nilai uang akan sama dengan nilai barang dan sifat uang sama dengan sifat barang. Nialinya tidak stabil, maka fungsi uang akan kehilangan esensinya.
c. Sulit memperhitungkan besarnya sewa uang yang dikenakan kepada orang lai, dan bisa saja ini mengingkari aspek kemanusiaan.
C. TEORI PRODUKTIF-KONSUMTIF
                 Teori ini menganggap setiap uang yang dipinjamkan akan membawa keuntungan bagi orang yang dipinjaminya. Jadi setiap uang yang dipinjamkan baik pinjaman produktif maupun konsumtif pasti menam bah keuntungan bagi peminjam sehingga pihak yang meminjami berhak menarik sekian persen dari keuntungan dari apa yang telah peminjam lakukan atas pinjaman yang telah diberikan.
Kelemahan Teori ini :
a. Setiap penggunann pinjaman, terdapat dua kemungkinan memperoleh keuntungan atau menderita kerugian.
b. Keuntungan dari peminjam tidak bisa di jamin selalu sama dari bulan ke bulan atau tahun ke tahun.


D. TEORI OPPORTUNITY COST
                 Teori ini beranggapan bah dengan meminjamkan uangnya berarti pemberi pinjaman menunggu atau menahan diri untuk tidak menggunakan modal sendiri guna memenuhi keinginan sendiri. Hal ini serupa dengan memberikan waktu kepada peminjam. Dengan waktu itulah yang berutang memiliki kesempatan untuk menggunakan modal pinjamannya untuk memperoleh keuntungan.
Kelemahan teori ini :
a. waktu tidak bisa dijadikan dasar bagi peminjam untuk mendapatkan keuntungan yang usahanya.
b. Pengaruh waktu dalam berbagai bidang usaha berbeda-beda.
E. TEORI KEMUTLAKAN PRODUKTIVITAS MODAL
                 Teori ini beranggapan bahwa: Per tama, modal mempunyai kesanggupan sebagai alat dalam memproduksi. Kedua, modal mempunyai kekuatan-kekuatan untuk  menghasilkan barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari apa yang bisa dihasilkan tanpa memakai modal. Ketiga, modal sanggup menghasilkan benda-benda yang lebih berharga daripada yang dihasilkan tanpa tanpa modal. Keempat, modal sanggup menghasilkan nilai yang lebih besar dari nilai modal itu sendiri. Dengan demikian, pemberi pinjaman layak untuk mendapatkan imbalan bunga.
Kelemahan teori ini:
a. modal akan berfungsi baik bila ada dukungan faktor produksi yang lain, seperti profesionalisme, pengembangan teknologi, luasnya industry, dan lain-lain.
b. Kondisi sosial-politik akan mempengaruhi keefektifan modal dalam mempengaruhi optimalisasi produksi.


F. TEORI NILAI UANG pada MASA DATANG LEBIH RENDAH
                 Teori ini menganggap bahwa bunga sebagai selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang di waktu yang akan datang. Ada 3 alasan mengapa nilai waktu yang mndatang berkurang, yaitu: Per tama, keuntungan masa yang akan datang diragukan. Kedua, kepuasan terhadap kehendak atau keinginan masa kini lebih bernilai bagi manusia daripada kepuasan mereka pada waktu yang akan datang.
G. TEORI INFLASI
                 Teori ini menganggap bahwa adanya kecendrungan penurunan nilai uang di masa datang. Maka menurut paham ini, mengambil tambahan dari uang yang dipinjamkan merupakan sesuatu yang logis sebagai kompensasi penurunan nilai uang selama dipinjamkan.
Kelemahan teori ini:
a. Argumentasi tersebut sangat tepat seandainya dalam dunia ekonomi yang terjadi hanyalah inflasi saja tanpa ada deflasi atau stabilitas.
b. Kita tidak boleh menutup kemungkinan dalam masalah transaksi syariah mendapat keuntungan.









                

BAB III
KESIMPULAN
PEMBAHASAN I
                 Krisis keimanan dan ketakwaan melahirkan krisis politik sehingga mewujudkan krisis ekonomi dan moneter yang melanda bngsa Indonesia pada akhir tahun 1997. Akibat dari berbagai krisis dimaksud, merupakan suatu ujian terhadap para pelaksana sistem perekonomian bangsa Indonesia yang membuat banyak lembaga keuangan dan perbankan mengalami kesulitan keuangan, tinggi tingkat suku bunga yang mengakibatkan tinggi biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosot kemampuan usaha sektor produksi.
                 Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagangan utamanya.
PEMBAHASAN II
Riba menurut bahasa berarti tambahan, berkembang,meningkat, dan membesar. Dengan kata lain, riba Adela penambahan, perkembangan, peningkatan, pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.
a)      Konsep Riba di Kalangan Yahudi
                 Orang-orang Yahudi dilarang mempraktikkan pengambilan riba sebagaimana tercantum dalam kitab old-testament (perjanjian lama) maupun undan undang Talmud.
b)Konsep Riba di Kalangan Kristen
Dalam kitab perjanjian baru tidak menyebutkan permasalah bunga secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap larangan riba terdapat dalam Lukas.


[1] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Perbankan Syariah, Cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 16-17
[2]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan deskripsi dan ilustrasi(Eknisia Kampus FEUI Yogyakarta, 2004), 27  
[3] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan deskripsi dan ilustrasi,(Eknisia Kampus FEUI Yogyakarta,2004),10
[4] Muslihun Muslim, M.Ag, Fiqh Ekonomi (LKIM IAIN Mataram, 2005), 128
[5] Wirdyaningsih, SH, MH, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. 1 (Jakarta:Kencana, 2005), 44-45